Jumat, 06 April 2012

sejarah hukum dagang


SEJARAH HUKUM DAGANG

*     Perkembangan hukum dagang
1.      Kaisar Yustinianus (Romawi)
Kaisar Yustinianus menyusun Corpus Iuris Civilis (CIC). CIC merupakan kumpulan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan orang yang satu dengan lainnya. CIC ini sering disebut dengan (Codex Justinianus).
Pada abad ke XIII, CIC dianggap  tidak lagi mampu mengayomi dan memenuhi kebutuhan pedagang. Akhirnya, para pedagang menciptakan sendiri peraturan di samping peraturan yang sudah ada.
2.      Napoleon Bonaparte (Perancis)
Di Perancis, Napoleon Bonaparte membuat kodifikasi tentang:
a.       Hukum perdata (code civil de francois)
Code civil de francois ini bersumber dari CIC karena Romawi menjajah Perancis. Berlakulah asas konkordasi.
b.      Hukum dagang (code de commerce)
Code de commerce ini bersumber dari:
·         Kebiasaan-kebiasaan dan peraturan yang sudah ada
·         Dua ordonansi (Raja Loudewjik)
1.      Ordonance de commerce
2.      Ordonance de la marine
c.       Hukum pidana (code de penal)
3.      Belanda
Di Belanda juga berlaku asas konkordasi. Belanda sebelumnya dijajah oleh Perancis. Di Belanda, code civil de francois dinamakan BW dan code de commerce dinamakan WvK.
4.      Indonesia
Belanda juga menerapkan asas konkordasi pada Hindia Belanda (Indonesia). BW dan WvK (KUHD) diterapkan di Indonesia. Aturan tersebut berlaku sejak 1 Mei 1848 dengan Stb. 1847 No. 23.
Setelah Indonesia merdeka, sesuai dengan pasal II Aturan Peralihan, BW dan KUHD masih diberlakukan selama belum diadakan yang baru. Hal ini diberlakukan agar tidak terjadi kekosongan hukum.
*     Isi WvK (KUHD)
·         Buku I : perniagaan pada umumnya (ordonance de commerce)
·         Buku II : hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran ( ordonance de la marine)
·         Buku III : kepailitan
*     Namun, sejak tahun 1906 dengan Stb. 1906 No. 348, Buku III dikeluarkan dalam WvK dan diatur secara sendiri dalam Undang-undang Kepailitan.
*     Hubungan BW dengan KUHD
Ø  Pasal 1 KUHD
Mengandung asas “Lex specialis derogate legi generalis”, yang berarti bahwa aturan yang khusus (KUHD) mengalahkan aturan yang bersifat umum (BW).
·         Implementasinya adalah:
a.       Jika KUHD mengatur secara khusus dari BW, maka yang berlaku adalah KUHD. Contohnya adalah pasal 7 KUHD dengan pasal 1881 BW.
Ø  Pasal 7 KUHD : Pembukuan dapat menjadi alat bukti yang menguntungkan.
Ø  Pasal 1881 BW : Pembukuan tidak dapat dijadikan alat bukti yang menguntungkan.
b.      Jika KUHD tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah BW. Contohnya adalah tentang pemberian kuasa. KUHD tidak mengaturnya secara khusus. Namun, dalam BW pasal 1792-1819 terdapat aturan yang mengatur tentang pemberian kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar