Pembagian Kekuasaan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Dalam
UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007)
A. Pembagian Kekuasaan dan Pemisahan
Kekuasaan
Ø Pembagian
kekuasaan (Distribution of Power)
Membicarakan
hubungan vertikal, dalam hal ini adalah hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Hubungan ini merupakan hubungan yang bersifat atasan dan
bawahan, dalam artian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat
pembagian kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hubungan
secara vertikal ini melahirkan garis hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam beberapa sistem, yakni:
·
Desentralisasi
Pasal 1 Butir 7 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Sentralisasi
berfungsi menciptakan keseragaman, sedangkan desentralisasi berfungsi
menciptakan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Keduanya merupakan
suatu rangkaian kesatuan (continuum),
walaupun fungsinya berlainan, namun akan saling melengkapi bagi keutuhan
organisasi negara.
·
Dekonsentrasi
Pasal 1 Butir 8 UU No.
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah:
“Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di
wilayah tertentu.”
·
Tugas
Pembantuan (Medebewind)
Pasal 1 Butir 9 UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah:
“Penugasan dari Pemerintah kepada daerah* dan/atau
desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari
pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.” (* daerah = Provinsi, Kabupaten, Kota)
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan
kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Pemerintahan
daerah dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu
memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan
daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Ø Pemisahan
kekuasaan (Separation of Power)
Membicarakan
hubungan horizontal, dalam hal ini adalah hubungan antara lembaga- lembaga
negara, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudisiil. Hubungan antara lembaga- lembaga negara ini
bertujuan untuk check and balances. Lord Action “Power tende to corrupt,
absolute power tende corrupt absolutely”.
B. Pembagian Kekuasaan dalam UUD NRI
1945
Pada konsep Negara Kesatuan, semua wewenang milik
pemerintah pusat tetapi pemerintah pusat tidak dapat melaksanakan seluruh
kewenangannya, kemudian sebagian wewenangnya tersebut diserahkan pada daerah.
Hal ini disebut desentralisasi karena ada pelimpahan wewenang dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah, maka terbentuklah hierarki kekuasaan.
Pembagian kekuasaan terdapat pada Pasal 18
UUD NRI 1945 dan Pasal 2 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah. Pasal tersebut menerangkan bahwa Negara kesatuan Republik Indonesia itu
dibagi dan memiliki pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut dapat
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan. Dari pasal tersebut secara eksplisit tercermin bahwa Negara
kesatuan tidaklah sentralistik.
Menurut Moh. Kusnadi dan Bintan R.
Saragih, kekuasaan negara terletak pada pemerintah pusat, bukan pada pemerintah
daerah, tetapi pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian kekuasaan pada
pejabat- pejabatnya di daerah dalam rangka dekonsentrasi atau pada Kepala
daerah berdasarkan hak otonomi dalam rangka desentralisasi.
C. Tujuan Pembagian Kekuasaan
1.
Menyelenggarakan
kepentingan rakyat
2. Mencegah
kesewenang-wenangan penguasa
3.
Menjalankan fungsi
kekuasaan lembaga-lembaga negara
D. Pemerintah Pusat, Pemerintahan
Daerah, dan Pemerintah Daerah
v Pemerintah
Pusat
Pemerintah
Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, berdasarkan pada Pasal 1 Angka 1 Undang- undang
No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. Pasal 1 Angka 1 Peraturan
Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Peemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota.
v Pemerintahan
Daerah
Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
berdasarkan pada Pasal 1 Angka 2 Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah jo. Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Peemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
v Pemerintah
Daerah
Pada Pasal 1 Angka 3 Undang- undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah adalah Gubernur,
Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintah daerah.
E. Pembagian Kekuasaan dalam UU No. 32
tahun 2004 dan PP No. 38 Tahun 2007
Terdapat dua jenis urusan pemerintahan, yakni urusan
pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah pusat dan dibagi
bersama antar tingkataan dan/ atau susunan pemerintahan. Hal ini disebutkan
dalam Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Peemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
Kewenangan pemerintahan daerah dibatasi, dalam Pasal
10 Ayat (1) Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
dikatakan bahwa “Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang- undang ini
ditentukan menjadi urusan Pemerintah”. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran
selalu terdaapat berbagai urusan peemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi
kewenangan peemerintah. Urusan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan
hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Urusan Pemerintah pusat sangat terbatas yang
disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah jo Pasal 2 ayat (2) PP No. 38 tahun 2007, hanya meliputi :
a. Politik
luar negeri
b. Pertahanan
c. Keamanan
d. Yustisi
e. Moneter
dan fiskal nasional, dan
f. Agama
Selain urusan peemerintah yang
sepenuhnya tetap menjadi keweangan peemerrinntah pusat, terdapat bagian urusan
pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang
penanganannya dalam bidang/ bagian tertentu dapat dilaksanakan bersama antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada bagian
urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan
kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan pada kabupaten/ kota.
Berdasarkan Pasal 10
ayat (4) dan ayat (5) UU No. 32 tahun 2004 jo Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) PP
No. 38 tahun 2007, pemerintah dapat:
a.
Menyelenggarakan
sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b.
Melimpahkan sebagian
urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah;
atau
c.
Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah/ atau pemerintahan
desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Berdasarkan pasal 10 ayat (2) UU
No. 32 tahun 2004, pemerintahan daerah diberikan otonomi yang seluas – luasnya
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Untuk mewujudkan pembagian
kewenangan yang konkuren secara proporsional antar pemerintah daerah provinsi;
daerah kabupaten/ kota, maka penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi atas 3
kriteria yang terdapat pada pasal 11 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 jo pasal 4
ayat (1) PP No. 38 tahun 2007 :
a.
Eksternalitas
Eksternalitas adalah kriteria pembagian urusan
pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari
penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka
urusan pemerintahan tersebut menjadi
kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Sedangkan apabila
dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota dan/atau regional maka urusan
pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintahan provinsi; dan apabila
dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi
kewenangan Pemerintah.
b.
Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan
dengan memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah
Provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan
Pemerintahan tertentu kepada masyarakat.
Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/kota),
maka pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan tersebut.
Sedangkan apabila dampak penyelenggaraan bagian
urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota
dalam satu provinsi, maka pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan bertanggung jawab mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan tersebut; dan apabila dampak penyelenggaraan urusan
pemerintahan dialami lebih dari satu provinsi dan/atau bersifat nasional maka
Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dimaksud.
c.
Efisiensi
Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan
pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari
penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
Apabila urusan pemerintahan lebih berdayaguna
ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada
pemerintahan daerah kabupaten/kota, sedangkan apabila akan lebih berdayaguna
bila ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada
pemerintahan daerah provinsi.
Sebaliknya apabila suatu urusan pemerintahan akan
berdayaguna bila ditangani Pemerintah maka akan tetap menjadi kewenangan
Pemerintah.
Urusan pemerintah yang dibagi
bersama antar tingkatan dan/ atau susunan terdiri atas 31 bidang urusan
pemerintahan yang terdapat pada pasal 2 ayat (4) PP No. 38 tahun 2007, meliputi
:
a.
pendidikan;
b.
kesehatan;
c.
pekerjaan umum;
d.
perumahan;
e.
penataan ruang;
f.
perencanaan pembangunan;
g.
perhubungan;
h.
lingkungan hidup;
i.
pertanahan;
j.
kependudukan dan catatan sipil;
k.
pemberdayaan perempuan dan perlindungan
anak;
l.
keluarga berencana dan keluarga
sejahtera;
m.
sosial;
n.
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o.
koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p.
penanaman modal;
q.
kebudayaan dan pariwisata;
r.
kepemudaan dan olah raga;
s.
kesatuan bangsa dan politik dalam
negeri;
t.
otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u.
pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.
statistik;
w.
kearsipan;
x.
perpustakaan;
y.
komunikasi dan informatika;
z.
pertanian dan ketahanan pangan;
aa.
kehutanan;
bb.
energi dan sumber daya mineral;
cc.
kelautan dan perikanan;
dd.
perdagangan; dan
ee.
perindustrian.
Urusan pemerintahan yang diserahkan
pada daerah disertai dengan pendanaan,sarana dan prasarana, serta kepegawaian
(Pasal 3 PP No. 38 tahun 2007 jo Pasal 12 UU No. 32 tahun 2004.
Pasal 3 PP No. 38 Tahun 2007
Urusan
pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan,
pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian.
Pasal
12 UU No. 32 Tahun 2004
(1)
Urusan pemerintahan yang
diserahkan kepada daerah disertai
dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta
kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
(2) Urusan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai
dengan urusan yang didekonsentrasikan.
Urusan yang menjadi kewenangan
daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. (Pasal 11 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004) jo Pasal 6 ayat (2) PP
No 38 Tahun 2007).
Urusan wajib ialah urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan
pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar (pasal 7 ayat (1) PP No. 38
tahun 2007). Penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada standar pelayanan
minimal yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah (pasal
11 ayat (4) UU No. 32 tahun 2004).
Dalam UU No. 32 Tahun 2007 terdapat
dua urusan wajib, yaitu urusan wajib provinsi dan urusan wajib kabupaten/kota.
Urusan wajib provinsi yang terdapat
dalam Pasal 13 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 meliputi:
a.
perencanaan dan
pengendalian pembangunan;
b.
perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.
penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.
penyediaan sarana dan
prasarana umum;
e.
penanganan bidang
kesehatan;
f.
penyelenggaraan
pendidikan dan alokasi sumber daya manusia
potensial;
g.
penanggulangan masalah
sosial lintas kabupaten/kota;
h.
pelayanan bidang
ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i.
fasilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j.
pengendalian lingkungan
hidup;
k.
pelayanan pertanahan
termasuk lintas kabupaten/kota;
l.
pelayanan kependudukan,
dan catatan sipil;
m.
pelayanan administrasi
umum pemerintahan;
n.
pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota;
o.
penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan
p.
urusan wajib lainnya
yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
Sedangkan
urusan wajib kabupaten kota yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 32
tahun 2004 meliputi:
a. perencanaan
dan pengendalian pembangunan;
b. perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c. penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d. penyediaan
sarana dan prasarana umum;
e. penanganan
bidang kesehatan;
f. penyelenggaraan
pendidikan;
g. penanggulangan
masalah sosial;
h. pelayanan
bidang ketenagakerjaan;
i.
fasilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil dan menengah;
j.
pengendalian lingkungan
hidup;
k. pelayanan
pertanahan;
l.
pelayanan kependudukan,
dan catatan sipil;
m. pelayanan
administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan
administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan
pelayanan dasar lainnya; dan
p. urusan
wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Dalam
PP No. 38 tahun 2007, urusan wajib tidak dibagi dua seperti yang terdapat dalam
UU No. 32 tahun 2004. Urusan wajib dalam PP No. 38 tahun 2007 meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. lingkungan
hidup;
d. pekerjaan
umum;
e. penataan
ruang;
f. perencanaan
pembangunan;
g. perumahan;
h. kepemudaan
dan olahraga;
i.
penanaman modal;
j.
koperasi dan usaha kecil dan menengah;
k. kependudukan
dan catatan sipil;
l.
ketenagakerjaan;
m. ketahanan
pangan;
n. pemberdayaan
perempuan dan perlindungan anak;
o. keluarga
berencana dan keluarga sejahtera;
p. perhubungan;
q. komunikasi
dan informatika;
r.
pertanahan;
s. kesatuan
bangsa dan politik dalam negeri;
t.
otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u. pemberdayaan
masyarakat dan desa;
v. sosial;
w. kebudayaan;
x. statistik;
y. kearsipan;
dan
z. perpustakaan.
Urusan
plihan adalah urusan pemerntahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Hal tersebut terdapat pada pasal 7
ayat (3) PP No. 38 tahun 2007 dan pasal 13 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004.
Urusan
pilihan dalam Pasal 13 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 yang berskala provinsi
meliputi: urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan
potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dan
urusan pilihan dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 yang berskala
kanupaten/kota meliputi: urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dalam
Pasal 7 ayat (4) PP No. 38 tahun 2007 terdapat bidang – bidang yang masuk
urusan pilihan meliputi :
a.
kelautan dan perikanan;
b.
pertanian;
c.
kehutanan;
d.
energi dan sumber daya mineral;
e.
pariwisata;
f.
industri;
g.
perdagangan; dan
h.
ketransmigrasian.