Jumat, 06 April 2012

Pembagian Kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan Daerah


Pembagian Kekuasaan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah

(Dalam UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 tahun 2007)

A.   Pembagian Kekuasaan dan Pemisahan Kekuasaan
Ø Pembagian kekuasaan (Distribution of Power)
Membicarakan hubungan vertikal, dalam hal ini adalah hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hubungan ini merupakan hubungan yang bersifat atasan dan bawahan, dalam artian antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terdapat pembagian kerja antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hubungan secara vertikal ini melahirkan garis hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam beberapa sistem, yakni:
·         Desentralisasi
Pasal 1 Butir 7 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
Sentralisasi berfungsi menciptakan keseragaman, sedangkan desentralisasi berfungsi menciptakan keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Keduanya merupakan suatu rangkaian kesatuan (continuum), walaupun fungsinya berlainan, namun akan saling melengkapi bagi keutuhan organisasi negara.

·         Dekonsentrasi
Pasal 1 Butir 8 UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.”
·         Tugas Pembantuan (Medebewind)
Pasal 1 Butir 9 UU No. 32 / 2004 tentang Pemerintahan Daerah: “Penugasan dari Pemerintah kepada daerah* dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu. (* daerah = Provinsi, Kabupaten, Kota)
Penyelenggaraan pemerintahan daerah disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan  efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah. Aspek hubungan wewenang memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Ø Pemisahan kekuasaan (Separation of Power)
Membicarakan hubungan horizontal, dalam hal ini adalah hubungan antara lembaga- lembaga negara, yakni Eksekutif, Legislatif, dan Yudisiil.  Hubungan antara lembaga- lembaga negara ini bertujuan untuk check and balances. Lord Action “Power tende to corrupt, absolute power tende corrupt absolutely”.

B.   Pembagian Kekuasaan dalam UUD NRI 1945
Pada konsep Negara Kesatuan, semua wewenang milik pemerintah pusat tetapi pemerintah pusat tidak dapat melaksanakan seluruh kewenangannya, kemudian sebagian wewenangnya tersebut diserahkan pada daerah. Hal ini disebut desentralisasi karena ada pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, maka terbentuklah hierarki kekuasaan.
      Pembagian kekuasaan terdapat pada Pasal 18 UUD NRI 1945 dan Pasal 2 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal tersebut menerangkan bahwa Negara kesatuan Republik Indonesia itu dibagi dan memiliki pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Dari pasal tersebut secara eksplisit tercermin bahwa Negara kesatuan tidaklah sentralistik.
      Menurut Moh. Kusnadi dan Bintan R. Saragih, kekuasaan negara terletak pada pemerintah pusat, bukan pada pemerintah daerah, tetapi pemerintah pusat dapat menyerahkan sebagian kekuasaan pada pejabat- pejabatnya di daerah dalam rangka dekonsentrasi atau pada Kepala daerah berdasarkan hak otonomi dalam rangka desentralisasi.

C.   Tujuan Pembagian Kekuasaan
1.      Menyelenggarakan kepentingan rakyat
2.      Mencegah kesewenang-wenangan penguasa
3.      Menjalankan fungsi kekuasaan lembaga-lembaga negara

D.   Pemerintah Pusat, Pemerintahan Daerah, dan Pemerintah Daerah
v  Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berdasarkan pada Pasal 1 Angka 1 Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Peemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
v  Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut  asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,  berdasarkan pada Pasal 1 Angka 2 Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo. Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Peemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
v  Pemerintah Daerah
Pada Pasal 1 Angka 3 Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.

E.   Pembagian Kekuasaan dalam UU No. 32 tahun 2004 dan PP No. 38 Tahun 2007
Terdapat dua jenis urusan pemerintahan, yakni urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah pusat dan dibagi bersama antar tingkataan dan/ atau susunan pemerintahan. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Peemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota.
Kewenangan pemerintahan daerah dibatasi, dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dikatakan bahwa “Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang- undang ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah”. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran selalu terdaapat berbagai urusan peemerintahan yang sepenuhnya/ tetap menjadi kewenangan peemerintah. Urusan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Urusan Pemerintah pusat sangat terbatas yang disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang- undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Pasal 2 ayat (2) PP No. 38 tahun 2007, hanya meliputi :
a.       Politik luar negeri
b.      Pertahanan
c.       Keamanan
d.      Yustisi
e.       Moneter dan fiskal nasional, dan
f.       Agama
Selain urusan peemerintah yang sepenuhnya tetap menjadi keweangan peemerrinntah pusat, terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bidang/ bagian tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan pada kabupaten/ kota.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5) UU No. 32 tahun 2004 jo Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) PP No. 38 tahun 2007, pemerintah dapat:
a.      Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;
b.     Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku wakil pemerintah; atau
c.      Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah/ atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.
Berdasarkan pasal 10 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004, pemerintahan daerah diberikan otonomi yang seluas – luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang konkuren secara proporsional antar pemerintah daerah provinsi; daerah kabupaten/ kota, maka penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi atas 3 kriteria yang terdapat pada pasal 11 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 jo pasal 4 ayat (1) PP No. 38 tahun 2007 :
a.         Eksternalitas
Eksternalitas adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi  kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Sedangkan apabila dampaknya bersifat lintas kabupaten/kota dan/atau regional maka urusan pemerintahan itu menjadi kewenangan pemerintahan provinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas provinsi dan/atau nasional, maka urusan itu menjadi kewenangan Pemerintah.  


b.        Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kriteria pembagian urusan Pemerintahan dengan memperhatikan pertanggungjawaban Pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan tertentu kepada masyarakat.
Apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung hanya dialami secara lokal (satu kabupaten/kota), maka pemerintahan daerah kabupaten/kota bertanggungjawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut.
Sedangkan apabila dampak penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan secara langsung dialami oleh lebih dari satu kabupaten/kota dalam satu provinsi, maka pemerintahan daerah provinsi yang bersangkutan  bertanggung jawab mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut; dan apabila dampak penyelenggaraan urusan pemerintahan dialami lebih dari satu provinsi dan/atau bersifat nasional maka Pemerintah bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dimaksud.
c.         Efisiensi
Efisiensi adalah kriteria pembagian urusan pemerintahan dengan memperhatikan daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan.
Apabila urusan pemerintahan lebih berdayaguna ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota, sedangkan apabila akan lebih berdayaguna bila ditangani pemerintahan daerah provinsi, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah provinsi.
Sebaliknya apabila suatu urusan pemerintahan akan berdayaguna bila ditangani Pemerintah maka akan tetap menjadi kewenangan Pemerintah.           

Urusan pemerintah yang dibagi bersama antar tingkatan dan/ atau susunan terdiri atas 31 bidang urusan pemerintahan yang terdapat pada pasal 2 ayat (4) PP No. 38 tahun 2007, meliputi :
a.       pendidikan;
b.      kesehatan;
c.       pekerjaan umum;
d.      perumahan;
e.       penataan ruang;
f.       perencanaan pembangunan;
g.      perhubungan;
h.      lingkungan hidup;
i.        pertanahan;
j.        kependudukan dan catatan sipil;
k.      pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
l.        keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
m.    sosial;
n.      ketenagakerjaan dan ketransmigrasian;
o.      koperasi dan usaha kecil dan menengah;
p.      penanaman modal;
q.      kebudayaan dan pariwisata;
r.        kepemudaan dan olah raga;
s.       kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t.        otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u.      pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.      statistik;
w.    kearsipan; 
x.      perpustakaan;
y.      komunikasi dan informatika;
z.       pertanian dan ketahanan pangan;
aa.   kehutanan; 
bb.  energi dan sumber daya mineral; 
cc.   kelautan dan perikanan;
dd. perdagangan; dan 
ee.   perindustrian.

Urusan pemerintahan yang diserahkan pada daerah disertai dengan pendanaan,sarana dan prasarana, serta kepegawaian (Pasal 3 PP No. 38 tahun 2007 jo Pasal 12 UU No. 32 tahun 2004.

Pasal 3 PP No. 38 Tahun 2007
Urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian. 
Pasal 12 UU No. 32 Tahun  2004
(1)  Urusan  pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai   dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang didesentralisasikan.
(2)  Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan.

Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. (Pasal 11 ayat (3)  UU No. 32 Tahun 2004) jo Pasal 6 ayat (2) PP No 38 Tahun 2007).
Urusan wajib ialah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan  pelayanan dasar (pasal 7 ayat (1) PP No. 38 tahun 2007). Penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada standar pelayanan minimal yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah (pasal 11 ayat (4) UU No. 32 tahun 2004).
Dalam UU No. 32 Tahun 2007 terdapat dua urusan wajib, yaitu urusan wajib provinsi dan urusan wajib kabupaten/kota.
Urusan wajib provinsi yang terdapat dalam Pasal 13 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 meliputi:
a.       perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.      perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.       penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.      penyediaan sarana dan prasarana umum; 
e.       penanganan bidang kesehatan;
f.       penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia  potensial;
g.      penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
h.      pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
i.        fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
j.        pengendalian lingkungan hidup;
k.      pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota;
l.        pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
m.    pelayanan administrasi umum pemerintahan; 
n.      pelayanan  administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
o.      penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan
p.      urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Sedangkan urusan wajib kabupaten kota yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) UU No. 32 tahun 2004 meliputi:
a.       perencanaan dan pengendalian pembangunan;
b.      perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.       penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.      penyediaan sarana dan prasarana umum; 
e.       penanganan bidang kesehatan;
f.       penyelenggaraan pendidikan;
g.      penanggulangan masalah sosial;
h.      pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i.        fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; 
j.        pengendalian lingkungan hidup; 
k.      pelayanan pertanahan;
l.        pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 
m.    pelayanan administrasi umum pemerintahan; 
n.      pelayanan administrasi penanaman modal;
o.      penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p.      urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan  perundang-undangan.

Dalam PP No. 38 tahun 2007, urusan wajib tidak dibagi dua seperti yang terdapat dalam UU No. 32 tahun 2004. Urusan wajib dalam PP No. 38 tahun 2007 meliputi:
a.       pendidikan; 
b.      kesehatan;
c.       lingkungan hidup; 
d.      pekerjaan umum; 
e.       penataan ruang;
f.       perencanaan pembangunan; 
g.      perumahan;
h.      kepemudaan dan olahraga;
i.        penanaman modal;
j.        koperasi dan usaha kecil dan menengah;
k.      kependudukan dan catatan sipil;
l.        ketenagakerjaan;
m.    ketahanan pangan; 
n.      pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; 
o.      keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
p.      perhubungan;
q.      komunikasi dan informatika;
r.        pertanahan;
s.       kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
t.        otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;
u.      pemberdayaan masyarakat dan desa;
v.      sosial;
w.    kebudayaan; 
x.      statistik; 
y.      kearsipan; dan
z.       perpustakaan.

Urusan plihan adalah urusan pemerntahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Hal tersebut terdapat pada pasal 7 ayat (3) PP No. 38 tahun 2007 dan pasal 13 ayat (2) UU No. 32 tahun 2004.
Urusan pilihan dalam Pasal 13 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 yang berskala provinsi meliputi: urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Dan urusan pilihan dalam Pasal 14 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2004 yang berskala kanupaten/kota meliputi: urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Dalam Pasal 7 ayat (4) PP No. 38 tahun 2007 terdapat bidang – bidang yang masuk urusan pilihan meliputi :
a.       kelautan dan perikanan;
b.      pertanian;
c.       kehutanan; 
d.      energi dan sumber daya mineral;
e.       pariwisata;
f.       industri;
g.      perdagangan; dan 
h.      ketransmigrasian.