ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA

·
HAPER
merupakan bagian dari hukum perdata.
·
HAPER
disebut dengan istilah hukum perdata formil.
§
HAPER
: hukum perdata formil → mengatur tata cara beracara
§
Hk
Perdata : hukum perdata materiil→sumbernya BW

v
Rangkaian
peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap
dan di muka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu
sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.
(Wirjono Projodikoro)
v
Peraturan
hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantara hakim. (Sudikno Mertokusumo)
v
Hukum
yang mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijke
rechts orde) dan menetapkan apa yang ditentukan hukum dalam suatu perkara.
(Supomo)
v
Kesemuanya
kaidah yang menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana diatur dalam hukum perdata materiil.
(Retnowulan Sutanto)
v
Hukum
yang berfungsi untuk menegakkan atau mempertahankan hukum perdata materiil.

ü
Keseluruhan
peraturan atau ketentuan hukum positif (baik yang bersifat tertulis atau tidak
tertulis) di bidang perdata yang dipergunakan untuk mempertahankan dan
menegakkan eksistensi hukum perdata dalam kehidupan sehari-hari.
ü
Hukum
yang mengatur bagaimana tata cara seseorang mempertahankan atau mengembalikan
atau memulihkan hak-haknya yang dilanggar atau diganggu oleh orang lain.
ü
Hukum
yang berfungsi untuk mempertahankan, melindungi, dan menegakkan haj-hak
keperdataan di pengadilan.
ü
Hukum
yang bertujuan untuk menjamin dan menjaga pelaksanaan dan penegakan hukum
perdata.

SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

·
Sumber
HAPER sampai sekarang belum terhimpun dan terkodifikasi dalam suatu
undang-undang tertentu (khusus).
·
Sumber
HAPER masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik produk
peninggalan colonial Belanda maupun produk nasional pasca kemerdekaan
Indonesia.
·
Sumber
HAPER berasal dari peraturan perundang-undangan produk koolonial Belanda dan
produk nasional Indonesia.

a.
Peraturan
Perundang-undangan
1.
Produk
colonial Belanda
v
Herzeine
Indlandsch Reglement (HIR)
Ketentuan HAPER
yang berlaku di Pulau Jawa dan Madura.
Selain berisi
ketentuan hukum acara perdata (pasal 115-245), dalam HIR juga diatur ketentuan
hukum acara pidana.
v
Rechtsreglement
voor de Buitengewesten (RBg)
Ketentuan HAPER
yang berlaku di luar Pulau Jawa dan Madura.
Dalam RBg diatur
ketentuan HAPID dan HAPER. Namun, dengan UU Drt No. 1/1951, ketentuan dalam Bab
I, III, IV, dan V tentang pengadilan pada umumnya dan hukum acara pidana menjadi
tidak berlaku. Ketentuan HAPER yang masih berlaku diatur dalam Bab II pasal 104
s/d 323.
v
BW
(Kitab Undang-undang Hukum Perdata)
Merupakan
kodifikasi hukum perdata materiil, juga HAPER buku II dan III (missal pasal
533, 535, 1244, 1365)
v
Ordonansi
tahun 1867 no 29 (Stb 1916 no. 44)
Ketentuan HAPER
tentang pembuktian tulisan di bawah tangan dari orang Indonesia atau golongan
yang disejajarkan dengan mereka
v
KUHD
2.
Produk
nasional Indonesia
§
UU
no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
§
UUPA→
UU 3/2006 jo UU 7/1989
§
UU
no. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman →dicabut UU 48/2009
§
UU
no. 5 tahun 2004 jo uu 14/1985 tentang MA
§
UU
no. 8 tahun 2004 tentang PU
§
UU
kepailitan
§
dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait
b.
Yurisprudensi
→ putusan hakim yang inkracht
@
Putusan
MA mengenai HAPER yang telah berkekuatan hukum tetap.
@
Sumber
HAPER yang penting guna mengisi kekosongan, kecurangan, dan kelemahan produk
perUUan peninggalan colonial Belanda.
c.
Doktrin
@
Pendapat
ahli hukum terhadap suatu perkara tertentu di bidang perdata yang dapat menjadi
dasar pertimbangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara.
{
Hakim
tidak boleh menolak perkara.
d.
Peraturan
MA (PERMA)
@
Peraturan
yang dikeluarkan oleh MA tentang ketentuan yang tidak diatur dalam UU demi
kelancaran penyelenggaraan peradilan.
@
Dasar
hukum PERMA sebagai sumber HAPER
Pasal 79 UU
14/1985
“MA dapat
mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan
peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum diatur cukup dalam UU ini.”
@
MA
merupakan muara seluruh peradilan
SIFAT HAPER

a.
Inisiatif
penegakan HAPER bergantung pada seseorang (suatu pihak) yang merasa hak-haknya
dilanggar oleh orang lain (pihak lain).
b.
Pengajuan
gugatan ke pengadilan ditentukan oleh inisiatif atau kehendak atau kemauan
pihak yang merasa menderita kerugian atas adanya pelanggaran hak oleh pihak
lain
c.
Para
pihak
1.
Penggugat
Seseorang yang
merasa haknya dilanggar dan menarik orang yang dianggap melanggar haknya ke
hadapan sidang pengadilan. Merupakan pihak yang mendapat kerugian.
2.
Tergugat
Seseorang yang
ditarik dalam sidang pengadilan oleh karena dianggap melanggar tau merugikan
hak.
Nb:
@
Dalam
HAPER, inisiatif ada/tidaknya suatu perkara di pengadilan ditentukan oleh
kehendak atau kemauan penggugat.
@
Sesudah
perkara diajukan ke pengadilan, penggugat dan tergugat terikat ketentuan hukum
yang berlaku dalam proses pemeriksaan perkara.
d.
Pada
awalnya, HAPER bersifat mengatur atau member opsi. Namun, setelah digunakan
atau dijalankan prosesnya, menjadi bersifat mengikat dan memaksa.
Regellenrecht → dwingendrecht
e.
Berbeda
dengan sifat penegakan HAPID yang tidak bergantung pada ada tidaknya inisiatif
orang yang menderita kerugian atau korban.
@
Sifatnya
memaksa
@
APH
selalu berusaha mencari serta mengajukan pelaku kejahatan atau pelanggaran ke
pengadilan, kecuali kasus mengenai delik aduan (tanpa adanya pengaduan, dapat
dilakukan penuntutan)
@
APH
bersifat pro-aktif dalam mencari tersangka dan mengumpulkan barang bukti.
ALUR PERKARA PERDATA DI PENGADILAN

1.
Pendaftaran
gugatan ke PN
:
Merupakan
langkah awal dalam pengajuan gugatan
2.
Panitera
meregister perkara
>
Perkara
diberi nomor register perkara
>
Nomor
perkara tersebut akan menjadi identitas
3.
KPN
menunjuk majelis hakim
J
Ketua
Pengadilan Negeri menunjuk minimal 3
4.
Majelis
hakim musyawarah, tentukan sidang pertama
5.
Pemanggilan
para pihak oleh juru sita PN
J
Para
pihak : penggugat, tergugat
6.
Sidang
pertama
F
Pemeriksaan
identitas para pihak (penggugat, tergugat, termasuk kuasa hukum)
F
Para
pihak hadir →upaya perdamaian (mediasi)→ berhasil/ gagal
F
Para
pihak tidak hadir → pemanggilan ulang
F
Nb:
rata-rata mediasi gagal
7.
Sidang
lanjutan → pembacaan gugatan
6
Apabila
mediasi gagal, maka diadakan sidang lanjutan
6
Idealnya
gugatan dibacakan semua. Tapi tergantung tergugatnya minta dibacakan atau tidak.
Jka dianggap telah dibacakan, maka disebut “rememory”.
6
Nb:
dalam pemanggilan biasanya dilampirkan salinan gugatan. Dengan ini, maka
tergugat dianggap telah mengetahui isi gugatan tersebut.
8.
Sidang
lanjutan → jawaban tergugat
9.
Sidang
lanjutan → replik penggugat
10. Sidang lanjutan
→ duplik penggugat
11. Putusan sela
S
Putusan
yang menimbulkan lanjutan perkara tersebut
S
Terjadi
apabila ada eksepsi atau permohonan sita jaminan
12. Sidang lanjutan
→ pembuktian
6
HAPER
mengutamakan kebenaran formil atau surat.
6
Penggugat
wajib membuktikan.
6
Tergugat
tidak wajib membuktikan
6
Pada
dasarnya, siapa yang mendalilkan, dia wajib membuktikan
13. Sidang lanjutan
→ kesimpulan penggugat dan tergugat
Merkur Progress Adjustable Safety Razor by Merkur
BalasHapusMerkur Progress Adjustable Safety Razor หารายได้เสริม by Merkur 샌즈카지노 Merkur Progress Adjustable Double Edge Safety 메리트카지노총판 Razor