SUMBER HUKUM DAGANG

1.
KUHD,
BW, dan peraturan perundang-undangan lain
Sumber
hukum dagang yang paling utama adalah KUHD. Setelah itu kemudian BW. Sejarah
lahirnya hukum dagang berkembang dari hukum perdata yang secara historis tumbuh
dan berkembang berasal dari kebiasaan serta peraturan yang diciptakan pedagang
pada waktu itu. Para pedagang merasa apa yang diatur dalam BW tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan
mereka. BW hanya mengatur tentang jual-beli pada umumnya, jual beli yang secara
“cash and carry’. Hal ini terbukti dengan adanya pasal 1458, 1477, 1459, dan
1460 BW:
Ø
Pasal
1458 BW : jual-beli terjadi dengan adanya kata sepakat
Ø
Pasal
1477 BW : levering terjadi pada saat terjadinya kata sepakat
Ø
Pasal
1459 BW : dengan terjadinya levering, maka hak milik berpindah
Ø
Pasal
1460 BW : dengan hak milik berpindah, maka resikopun berpindah
Pasal-pasal
tersebut menunjukkan bahwa jual beli yang diatur dalam BW adalah jual beli pada
umumnya (ada uang ada barang). Karena jual beli terjadi seketika terjadinya
kata sepakat, hak milik berpindah ketika terjadi levering, begitu pula dengan
levering.
Antara
KUHD dengan BW berlaku asas “Les specialis derogate legi generalis”, yang
berarti bahwa aturan yang bersifat khusus (KUHD), mengalahkan aturan yang
bersifat umum (BW). Implementasi dari asas tersebut adalah:
a.
Jika
KUHD mengatur secara khusus dari BW, maka yang berlaku adalah KUHD. Contohnya
adalah pasal 7 KUHD dengan pasal 1881 BW.
Ø
Pasal
7 KUHD : Pembukuan dapat menjadi alat bukti yang menguntungkan.
Ø
Pasal
1881 BW : Pembukuan tidak dapat dijadikan alat bukti yang menguntungkan.
b.
Jika
KUHD tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah BW. Contohnya adalah tentang
pemberian kuasa. KUHD tidak mengaturnya secara khusus. Namun, dalam BW pasal
1792-1819 terdapat aturan yang mengatur tentang pemberian kuasa.
Selain
KUHD dan BW, peraturan perundang-undangan lainnya yang menjadi sumber dari
hukum dagang adalah Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang
Dokumen Perusahaan, dan sebagainya.
2.
Kesepakatan
para pihak
Pasal
1338 BW mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Pasal tersebut sering
disebut dengan Pacta sund servanda,
artinya perjanjian mengikat layaknya undang-undang.
3.
Kebiasaan
4.
Yurisprudensi
Yurisprudensi
dipergunakan apabila belum ada aturan yang mengatur. Hakim sebagai corongnya
hukum.
5.
Perjanjian
Internasional
Perjanjian
internasional ada dua macam, yaitu bilateral dan multilateral. Perjanjian
bilateral mengatur hubungan dua negara. Sedangkan, multilateral mengatur
hubungan lebih dari dua negara. Dalam perjanjian internasional, apabila ada
aturan internasional yang bertentangan dengan hukum nasional suatu negara, maka
yang dipergunakan adalah hukum nasional negara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar