SEJARAH HUKUM DAGANG

1.
Kaisar
Yustinianus (Romawi)
Kaisar
Yustinianus menyusun Corpus Iuris Civilis (CIC). CIC merupakan kumpulan
ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan orang yang satu dengan lainnya. CIC
ini sering disebut dengan (Codex Justinianus).
Pada
abad ke XIII, CIC dianggap tidak lagi
mampu mengayomi dan memenuhi kebutuhan pedagang. Akhirnya, para pedagang
menciptakan sendiri peraturan di samping peraturan yang sudah ada.
2.
Napoleon
Bonaparte (Perancis)
Di Perancis,
Napoleon Bonaparte membuat kodifikasi tentang:
a.
Hukum
perdata (code civil de francois)
Code civil de
francois ini bersumber dari CIC karena Romawi menjajah Perancis. Berlakulah
asas konkordasi.
b.
Hukum
dagang (code de commerce)
Code de commerce
ini bersumber dari:
·
Kebiasaan-kebiasaan
dan peraturan yang sudah ada
·
Dua
ordonansi (Raja Loudewjik)
1.
Ordonance
de commerce
2.
Ordonance
de la marine
c.
Hukum
pidana (code de penal)
3.
Belanda
Di Belanda juga
berlaku asas konkordasi. Belanda sebelumnya dijajah oleh Perancis. Di Belanda,
code civil de francois dinamakan BW dan code de commerce dinamakan WvK.
4.
Indonesia
Belanda juga
menerapkan asas konkordasi pada Hindia Belanda (Indonesia). BW dan WvK (KUHD)
diterapkan di Indonesia. Aturan tersebut berlaku sejak 1 Mei 1848 dengan Stb.
1847 No. 23.
Setelah
Indonesia merdeka, sesuai dengan pasal II Aturan Peralihan, BW dan KUHD masih
diberlakukan selama belum diadakan yang baru. Hal ini diberlakukan agar tidak
terjadi kekosongan hukum.

·
Buku
I : perniagaan pada umumnya (ordonance de commerce)
·
Buku
II : hak dan kewajiban yang timbul dari pelayaran ( ordonance de la marine)
·
Buku
III : kepailitan


Ø
Pasal
1 KUHD
Mengandung asas
“Lex specialis derogate legi generalis”, yang berarti bahwa aturan yang khusus
(KUHD) mengalahkan aturan yang bersifat umum (BW).
·
Implementasinya
adalah:
a.
Jika
KUHD mengatur secara khusus dari BW, maka yang berlaku adalah KUHD. Contohnya
adalah pasal 7 KUHD dengan pasal 1881 BW.
Ø
Pasal
7 KUHD : Pembukuan dapat menjadi alat bukti yang menguntungkan.
Ø
Pasal
1881 BW : Pembukuan tidak dapat dijadikan alat bukti yang menguntungkan.
b.
Jika
KUHD tidak mengaturnya, maka yang berlaku adalah BW. Contohnya adalah tentang
pemberian kuasa. KUHD tidak mengaturnya secara khusus. Namun, dalam BW pasal
1792-1819 terdapat aturan yang mengatur tentang pemberian kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar